Jangan Anggap Enteng Anemia Pada Anak

Adanya siklus menstruasi setiap bulan merupakan salah satu faktor penyebab wanita praktis Jangan Anggap Enteng Anemia pada AnakAdanya siklus menstruasi setiap bulan merupakan salah satu faktor penyebab wanita praktis terkena anemia atau dekat dikenal dengan istilah kurang darah. Namun, anemia sekarang tak hanya diderita kaum perempuan, tetapi mulai banyak diderita anak-anak. Faktor penyebabnya ialah konsumsi kuliner yang defisiensi zat besi dan terkena abuh penyakit menyerupai cacing dan malaria.

Melihat dampaknya pada kecerdasan anak dan daya tahan tubuh, anemia bagi anak jangan dianggap enteng. Untuk itu, perlu pendeteksian lebih dini semoga apa yang terjadi sanggup diatasi dengan lebih baik.

"Angka maut akhir ibu hamil anemia memang cukup tinggi. Bila penyakit tersebut menjangkiti bayi yang dikandungnya, hal itu akan menghambat perkembangan fisik dan intelektual anak," kata dr Pauline Endang SpGK, Kepala Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Fatmawati.

Menurut dr Pauline, bayi lebih berisiko terkena anemia di masa pertumbuhannya yang berjalan cepat, akhir tidak memperoleh masukan zat besi dalam jumlah yang cukup. Begitu juga dengan bayi yang berat badannya terlalu rendah atau bulan lahirnya kurang dari normal, mereka mempunyai risiko menderita anemia, alasannya persediaan zat besi dalam tubuhnya hanya hingga umur dua bulan saja.

"Demikian halnya anak umur 1-3 tahun praktis sekali terjangkit anemia, alasannya anak pada usia tersebut sulit sekali mengonsumsi kuliner yang mengandung banyak zat besi," tuturnya.



Dijelaskan, anemia ialah kondisi dimana kadar hemoglobin atau ekonomis okrit dalam darah kurang dari batas normal, yang sesuai usia (bayi dan anak) atau jenis kelamin (dewasa). Rendahnya kadar hemoglobin itu mempengaruhi kemampuan darah menghantarkan oksigen yang dibutuhkan untuk metabolisme tubuh yang optimal.

"Anemia defisiensi besi ini sanggup diketahui dari investigasi hemoglobin (HB). Jika HB kurang, sanggup dikatakan anak tersebut menderita anemia. Karena fungsi HB ialah untuk membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh," ucapnya.

Karena zat besi berfungsi sebagai pembentuk hemoglobin, maka jenis anemia defisiensi besi ini merupakan jenis kasus anemia yang paling banyak ditemui. Data WHO menyebutkan sekitar 2 miliar penduduk dunia terkena penyakit tersebut.

Dr Pauline menambahkan, dilema anemia patut menerima perhatian. Karena selama kurun waktu 2001-2003 tercatat ada sekitar 2 juta ibu hamil yang menderita anemia gizi, 350.000 bayi lahir dengan berat tubuh rendah, 5 juta balita menderita gizi kurang, serta 8,1 juta anak menderita anemia.

Pada anak berusia dua tahun, anemia bisa mengakibatkan gangguan koordinasi dan keseimbangan. Sehingga anak kelihatan menarik diri dan selalu ragu. Hal tersebut bisa mengakibatkan terhambatnya kemampuan anak dalam berinteraksi dengan temannya.

"Gejala yang ditimbulkan ialah anak terlihat lemah, lelah, letih, lesu, menurunnya daya pikir, mata berkunang-kunang, berkurangnya daya tahan tubuh dan keringat dingin," kata Pauline.

Bayi yang mengalami anemia umumnya lebih rewel, susah makan, kulit pucat, suhu tubuh kadang kala hambar dan daya tahan tubuh menurun yang ditandai dengan praktis jatuh sakit dibandingkan dengan anak sebayanya.

Anemia bisa mengakibatkan kematian, tergantung pada penyebab dan derajatnya. Karena penderita anemia defisiensi besi mengalami penurunan daya tahan tubuh secara keseluruhan. Bila hal itu dibiarkan dalam waktu lama, bukan tidak mungkin mengakibatkan terjadinya gangguan mental pada anak.

"Anemia defisiensi juga bisa menjadikan dilema pada detak jantung, yang pada kesannya sanggup menjadikan kematian," ucap Pauline.

Di Indonesia, berdasarkan konsultan tumbuh kembang anak Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung dr Kusnadi Rusmil SpA(K) MM, kebanyakan keluarga tidak menyadari anak-anaknya mengidap anemia. Data penelitian Batubara 2004 yang menawarkan rata-rata anak Indonesia baik pria maupun wanita mempunyai berat dan tinggi di bawah nilai rata-rata standar.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Yayasan Kusuma Buana dari 3000 anak usia sekolah yang diperiksa, hampir separuhnya menderita anemia. "Hal itu berarti satu dari dua anak usia sekolah menderita anemia," katanya.

Dampaknya bisa terlihat dikala anak memasuki usia pra sekolah dan usia sekolah. Anak akan mengalami gangguan konsentrasi, daya ingat rendah, kemampuan memecahkan dilema rendah, gangguan perilaku, dan tingkat IQ yang lebih rendah. Akibatnya ialah penurunan prestasi berguru dan kemampuan fisik anak.

"Anak usia sekolah mencapai 30 persen dari 217 juta penduduk Indonesia. Mereka dibutuhkan menjadi generasi penerus yang berkualitas. Tapi bagaimana jadinya kalau anak sekolah tersebut banyak menderita anemia?" ujarnya.

Pemberian gizi yang cukup merupakan faktor utama dalam penanganan anak anemia. Pemberian preparat besi juga bisa dilakukan, namun sebaiknya dimulai semenjak anak berusia enam bulan hingga tiga tahun. "Anak usia sekolah yang kecerdasannya rendah alasannya kurang zat besi bila diberikan perhiasan zat besi tidak banyak manfaatnya," katanya.

Untuk menjamin perkembangan otak dan kecerdasan anak yang optimal, dr Kusnadi Rusmil menyarankan, semoga bayi dan balita mulai umur enam bulan rutin diperiksa kadar zat besinya. "Bila kurang berikan perhiasan zat besi dan perbaikan makanan. ASI tetap diteruskan hingga usia dua tahun," paparnya.

Untuk mencegah kekurangan zat besi pada bayi, sebaiknya ibu hamil dan calon ibu (remaja puteri) juga menilik kadar zat besinya. "Untuk ibu hamil sebaiknya diberikan tablet zat besi semoga kebutuhan zat besi untuk janin tercukupi, terutama perkembangan otak dan darah," paparnya.

Faktor lain yang tak kalah penting ialah sikap hidup higienis dan sehat, menyerupai membiasakan basuh tangan dengan sabun, imunisasi dasar balita, memantau berat tubuh bayi secara teratur serta membiasakan anak mengonsumsi sayuran hijau dan mengandung zat besi.

Khusus untuk anak sekolah, disarankan semoga penganggulangan anemia dilakukan melalui kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah yang melibatkan murid, guru, orangtua hingga penjual kuliner untuk mensosialisasikan wacana cara hidup sehat semoga terhindar dari anemia.

Zat besi paling banyak terkandung dalam kelompok lauk-pauk, menyerupai hati, daging sapi, telur, dan ikan sebagai sumber protein hewani yang praktis diserap. Dari kelompok zat tepung, sanggup berupa gandum, jagung, kentang, ubi jalar, talas, beras merah atau putih, dan ketan hitam.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Menghilangkan Bekas Gigitan Nyamuk Pada Bayi

Rekomendasi Daftar Makanan Bagi Ibu Hamil Muda

Kenali Warna Feses Atau Pup Bayi