Perhatikan Hal Ini Sebelum Mendapatkan Atau Memberi Donor Asi



Bagi sebagian ibu, menyebarkan Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi selain anaknya sendiri sanggup terasa aneh, bahkan menjijikkan. Namun, praktik menyebarkan ASI yang kian meluas ini sanggup membawa manfaat bagi bayi-bayi yang membutuhkan, menyerupai bayi yang lahir dengan berat tubuh rendah.

Berbagi ASI sanggup menjadi solusi yang sempurna dalam memperbaiki kualitas kesehatan bayi yang mengalami malanutrisi. Selain efektif, langkah ini terbukti sanggup menekan angka kematian bayi secara keseluruhan.

Perhatikan 3 Hal Ini Sebelum Memberi atau Menerima Donor ASI 

Dari data Lembaga Kesehatan Dunia (WHO), ada lebih dari 20 juta bayi yang terlahir dengan berat kurang dari 2,5 kg tiap tahunnya. Dari jumlah itu, lebih dari 96 persen bayi berasal dari negara-negara berkembang. Kebanyakan perkara ini merupakan konsekuensi dari kelahiran prematur dan bayi yang beratnya lebih rendah dibandingkan rata-rata bayi dengan umur yang sama, atau sanggup kombinasi keduanya.

Lahir dengan berat tubuh rendah menempatkan bayi dalam peningkatan risiko kematian selama masa bayi dan kanak-kanak, keterlambatan pada proses tumbuh kembangnya, serta risiko terkena penyakit menular. Sebagai langkah penangananan, WHO merekomendasikan bahwa bayi yang lahir dengan berat tubuh rendah harus diberikan ASI dari ibu kandung atau dari pendonor ASI kalau ibu kandung tidak sanggup memberikannya. Pilihan terakhir ialah dengan memperlihatkan susu formula.

Namun dibandingkan dengan santunan susu formula, donor ASI terbukti sanggup mengurangi terjadinya:

- Penyakit enkolitis nekrotikan (kondisi di mana jalan masuk cerna rusak pada tingkat yang bervariasi, mulai dari peradangan hingga membusuk dan bocor).
- Gangguan usus yang parah.
- Infeksi selama masa-masa awal kelahiran.

WHO juga merekomendasikan bahwa bayi yang lahir dengan berat tubuh rendah harus mendapat ASI pribadi paling tidak hingga berusia enam bulan. Perlu diingat bahwa rekomendasi ini tidak ditujukan kepada bayi yang sedang sakit atau dengan berat tubuh terlalu rendah (kurang dari 1 kg).

Untuk sanggup mendonorkan ASI, seorang perempuan harus memenuhi beberapa persyaratan kesehatan menyerupai berikut.

1. Ibu Pendonor Harus:

- Bersedia menjalani tes darah untuk mengetahui kondisi kesehatannya.
- Berada di dalam kondisi kesehatan yang baik.
- Tidak secara teratur mengonsumsi obat-obatan atau pelengkap herba (kecuali insulin, hormon pengganti tiroid, vitamin prenatal, nasal spray atau semprotan hidung, inhaler untuk asma, obat tetes mata, salep, produk KB yang mengandung estrogen dalam takaran rendah atau hanya mengandung progestin).
- Ketika mulai memperlihatkan donor ASI, Ibu pendonor juga harus sedang mempunyai bayi yang berusia di bawah 6 bulan.
- Jika ibu pendonor atau bayi kandung sedang pilek, ibu pendonor dilarang memerah ASI untuk bantuan hingga mereka pulih.

2. Seorang Ibu Dilarang Menjadi Pendonor Bila:

- Hasil tes darah memperlihatkan positif HIV, HTLV (human T-lymphotropic virus), sifilis, hepatitis B atau hepatitis C.
- Memiliki suami atau pasangan seksual yang berisiko terserang HIV.
- Merokok atau mengonsumsi produk-produk dari tembakau.
- Menggunakan obat-obatan terlarang.
- Mengonsumsi 60 ml minuman beralkohol per hari.
- Dalam empat bulan terakhir telah mendapatkan transfusi darah atau produk darah (kecuali Rhogam).
- Dalam 12 bulan terakhir telah mendapatkan transplantasi organ atau jaringan.

3. Persyaratan Khusus

Di Indonesia sendiri sudah ada peraturan perihal donor ASI, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif. Isinya menyatakan:

1. Pemberian ASI pribadi oleh pendonor ASI dilakukan dengan persyaratan:

- Adanya seruan ibu kandung atau keluarga bayi yang bersangkutan;
- Kejelasan identitas, agama, dan alamat pendonor ASI diketahui dengan terperinci oleh ibu atau keluarga dari bayi peserta ASI;
- Adanya persetujuan pendonor ASI sehabis mengetahui identitas bayi yang diberi ASI;
- Pendonor ASI dalam kondisi kesehatan baik dan tidak mempunyai indikasi medis yang tidak memungkinkan dilakukannya santunan ASI eksklusif;
- ASI tidak diperjualbelikan.

2. Pemberian ASI wajib dilaksanakan menurut norma agama dan mempertimbangkan aspek sosial budaya, mutu, dan keamanan ASI.

Sementara itu, orang renta yang mencari ibu susu alias pendonor ASI untuk menyusui bayi mereka perlu memerhatikan beberapa hal berikut.

Pertimbangkan Kemungkinan Risiko Keselamatan

Ingatlah bahwa praktik menyebarkan ASI juga sanggup mengundang risiko kesehatan untuk bayi, tergantung pada siapa pendonor ASI dan bagaimana prosedur donor itu dilakukan, contohnya bagaimana penyimpanan ASI dan sebagainya.

Risiko untuk bayi tersebut antara lain:

- Terpapar penyakit menular, termasuk HIV.

- Terkontaminasi zat-zat kimia dari obat-obatan yang dikonsumsi ibu pendonor.
Seperti susu pada umumnya, ASI yang tidak disimpan atau dibekukan dengan benar sanggup menjadi tercemar dan tidak kondusif untuk diminum. Selain itu, erhatikan pula bahwa kebutuhan gizi tiap bayi bergantung kepada banyak faktor, termasuk usia dan kondisi kesehatan bayi. Oleh karenanya, konsultasikan dengan dokter terlebih dahulu perihal pilihan memperlihatkan ASI donor untuk anak.

Pastikan Pendonor ASI Telah Menjalani Tes Kesehatan

Bila sehabis berkonsultasi dengan dokter, Bunda tetapkan untuk memberi ASI donor kepada buah hati, pastikan ibu pendonor sudah melaksanakan investigasi kesehatan untuk memastikan keamanan susunya. Mengenai biaya investigasi ibu pendonor, sanggup didiskusikan bersama.

Bila Bunda berniat memperlihatkan ASI donor kepada Si Kecil, tidak ada salahnya untuk bergabung dengan komunitas-komunitas pemerhati ASI donor untuk mencari gosip yang bermanfaat. Setelah mempunyai pengetahuan mengenai praktik ini dan telah berkonsultasi dengan dokter, Bunda sanggup memilih pilihan yang bijak untuk Buah Hati.

Artikel dikutip dari http://www.alodokter.com/perhatikan-3-hal-ini-sebelum-memberi-atau-menerima-donor-asi

Comments

Popular posts from this blog

Penyebab Alergi Pada Bayi Dan Cara Mengatasinya

Cara Menghilangkan Bekas Gigitan Nyamuk Pada Bayi

Kapan Saatnya Bayi Boleh Naik Pesawat?